MULIAKANLAH AKU DENGAN CINTAMU
Disebut akhir mungkin juga tidak, lebih tepatnya rehat untuk sementara waktu… namun, entah sampai kapan keadaan dibiarkan seperti ini… waktu itu tak tercatat dengan pasti. Cukup menegangkan dan memilukan jika hati dibiarkan tergores rindu. Setiap kali ditepis, rasa itu tetap ada, tetap bermunculan dari celah-celah hati yang tak disangka arahnya. Perlu keberanian dan niat untuk menjaga kedua hati adalah modal yang aku miliki saat itu untuk mengatakan kata perpisahan. Perpisahan?? Shahihkah disebut perpisahan?! Tidak, terlalu kuat maknanya. Sekali lagi ini bukan akhir, bukan pula perpisahan. Kita bergerak dalam satu masa, dan kelak masa itu akan bertemu. Insyaallah... Amiiin.
Heemm, nikmat akan fitrah yang begitu indah. Semuanya... begitu memikat pikir dan perhatianku. Perih, tetapi disinilah nikmatnya. Cukup disemai di dalam hati saja, tak perlu ia membuncah keluar dari persembunyiannya. Biarkan ia tertidur dalam ruang hati yang terselimuti oleh doa-doa dalam lantai malam, karena apa? Cinta itu telah ada yang menjaga, lalu... buat apa kita bersusah memamerkannya??
“Ya Rabbi, aku niatkan menyerahkan hati dan cinta yang aku miliki untuk Kau jaga kesuciannya...Tak ingin sedikit pun kami mengotorinya dengan nafsu... Itu cara kami memuliakan cinta ....”
Lucu ya, ternyata sang penulis naskah pun terjebak dengan rangkaian kalimat yang ia haturkan kepada pembaca. Sungguh ironis. Ternyata memang bukan sekedar fiktif. Ahh, rupanya sang penulis tahta terlalu jujur dengan karya-karyanya. ^^
Assalamu’alaikum... Haaeee .... rasanya rindu juga bercengkerama dengan teman-teman di blog ini. Petikan isi di atas hanya sekelumit perjalanan yang pernah aku jalani dan itu tengah berproses hingga kini. Baru beberapa hari semua ini terjadi dan aku masih berupaya untuk lebih adaptif dengan kondisi yang aku ciptakan ini. Hari itu, aku mendapatkan nasehat dari seorang penjual nasi uduk di samping kosku. Kata-katanya begitu menyindirku, “Komunikasi dengan yang bukan muhrim itu juga kudu dijaga lho Mbak, sama saja dengan berkhalwat. Apalagi kalau sudah membayangkan siapa yang di sms atau yang ditelfon. Dan, parahnya kalau yang disms itu sama-sama punya perasaan aneh. Waduh, setan itu kan bisa berjalan tanpa kabel, hahaha...,” katanya sembari bercanda dan membungkuskan satu porsi nasi uduk pagi itu.
Degg!! Aku jadi teringat, ya-ya... sama saja dengan pacaran! Dan, aku tahu hukum pacaran itu... haramm! Paling tidak segala aktivitasnya telah mendekati zina. Uhhmm... aku mulai berpikir, lalu apa bedanya aku yang tahu dan paham dengan orang yang tidak mengerti hukumnya? Aku bersyukur Allah masih meluruskan titahku sebelum semuanya berjalan dua bulan....
Ada kalanya manusia terlalu menikmati fitrah cinta hingga hatinya terus terbawa kemana cinta mengarahkan. Iyah jika cintanya benar, lha kalo tidak. Iyah, jika yang mengarahkan Allah, lha kalau setan? Who knows that? No body... Nah, ini nih yang nggak boleh dibiarin, aku selalu bilang sama adikku yang belum genap tujuh tahun, “Dik Dinda, mau jadi temannya Allah atau temannya setan?” Dia belum tahu hakikat surga dan neraka, dia juga belum bisa menafsirkan konsekuensi berteman dengan Allah atau setan, tetapi ia mengerti bahwa Allah itu membawa kebaikan dan setan itu membawa keburukan. Nah, masa iyah kita kalah sama anak kecil?! Malu dong ...^^
Muliakanlah Aku dengan Cintamu ...
Biarkan cinta itu membelah diri, namun jangan biarkan ia membuncah berlebihan. Tenang saja, Allah pasti akan membantu kita. Dia akan memudahkan jalan kita, tanda-tanda itu tanpa kita sadari akan membawa kita pada pilihan yang terbaik. Berhusnudzonlah, Dia akan selalu menuntun hamba-hambanya yang selalu memohon kepada-Nya.
“Aku sama sekali tidak ada niat untuk mengakhiri atau memutuskan ukhuwah. Sekali lagi ini hanyalah sementara, sampai Allah berkenan mempertemukan kembali. Semua ini hanyalah sebentuk upaya pendirian benteng pertahanan iman. Aku meletakkan cintaku di dalamnya, tersembunyi dari setan-setan jahannam. Aku tak akan membuka hatiku untuk orang lain... hingga semuanya dipersiapkan dengan apik. Jika ini ujian yang berat, maka... Isbir, Innalloha ma’ashobirin. Fafirru ilalloh wa sari’u ila maghfiroti min robbika wa jannati arduha assamawat...”
Jadikan ini persaudaraan yang kekal, yang tetap begitu indah walau komunikasi tak terjalin. Karena ikatan hati tak membutuhkan selular, pena, ataupun kertas. Ia cukup membutuhkan segenap niatnya untuk saling mendoakan. Semoga Allah senantiasa melimpahkan khoir yang tiada henti juga bilangan iman yang tiada angka kepadamu....
Ya Allah, sesungguhnya hati-hati ini telah berkumpul untuk mencurahkan muhabbah kepada-Mu, bertemu untuk taat kepada-Mu, bersatu dalam dakwah-Mu, dan berjanji setia dalam membela syariat-Mu. Maka, kuatkanlah ikatan pertaliannya Ya Allah, abadikanlah kasih sayangnya, tunjukkanlah jalannya, dan penuhilah ia dengan cahaya-Mu yang tidak pernah redup. Lapangkanlah dadanya dengan limpahan iman dan keindahan tawakal kepada-Mu, hidupkanlah dengan ma’rifah-Mu, dan matikanlah dalam keadaan syahid di jalan-Mu. Allohumma Amiin. ☺