CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS »

Selasa, 13 Januari 2009

Pria Berilmu sebagai Pembangun Rumah Tangga versus Wanita Arif sebagai Arsitek Kebahagiaan Keluarga

Selasa, 13 Januari 2009, pukul 05.00 WIB

Semalam aku berbincang dengan kakakku. Sebelum perbincangan kami akhiri, aku memberikan pesan kepadanya bahwa lelaki yang mendambakan wanita sholehah haruslah mempunyai ilmu. Tidak kusangka, perbincangan pun kami buka kembali. Lantas ia berpikir bahwa suami atau laki-lakilah yang membangun rumah tangga. Bagaimana menurut kalian? Benarkah pernyataan itu? Ehmm... aku pikir tidak seratus persen benar pun tidak seratus persen salah. Fifty-fifty deh, haha ...

Eeitss, Tapi, tunggu dulu. Setelah aku membaca buku yang aku punya dengan judul artikelnya “Kebijakan Rumah Tangga: Dirancang Wanita, Diumumkan Pria”, aku jadi tergoda untuk mengklarifikasi buku-buku yang pernah aku baca sebelumnya. Napoleon Bonaparte berkata bahwa Apa yang Dibangun Pria Selama Seratus Tahun, dapat Dihancurkan Wanita dalam Satu Hari. Waoow, percaya atau tidak, sejarah telah membuktikan! Muph, bukan itu sebenernya yang pengin aku bahas bersama kalian. Aku ingin mengkorelasikan kedua hal yang aku baca di atas. Mengenai Pria Berilmu sebagai Pembangun Rumah Tangga versus Wanita Arif sebagai Arsitek Kebahagiaan Keluarga Kayaknya asyik teuh?? Bukan ngompor-ngomporin buat menikah atau menciutkan nyali buat menjalani pernikahan loh, supaya kita tahu, paham, dan membuat persiapan aja untuk menyongsong dimensi terakhir menuju kebahagiaan abadi.

Dua judul di atas sepintas mungkin terlihat berlawanan. Siapa sebenarnya yang bertugas membangun peradaban di dalam rumah tangga? Ada yang menjawab suami, ada pula yang menjawab istri. Kalian lebih berpihak yang mana? Entahlah, aku nggak akan cenderung ke satu hal karena bagiku keduanya mempunyai potensi yang sama-sama besar ketika disatukan. Baiklah, suami atau pria berilmu akan menghadapi segalanya dengan dewasa dan cerdas. Aku sedikit kecewa karena terkadang banyak pria yang selalu berkutat dengan pemikiran aku belum cukup mapan, sedangkan hal yang paling hakiki ia lupakan. Bagiku, itu hal kedua yang harus dipenuhi setelah cangkir ilmu agama dipenuhi sang suami kelak. Bukan materi yang membimbing kita menuju keharmonisan rumah tangga, itu hanya satu aspek saja. Esensinya adalah keyakinan akan jalan terbaik yang Allah karuniakan dan itu hanya dimiliki oleh orang-orang yang berilmu lagi beriman. Ilmu di sini terkadang sangat jauh melewati ilmu yang selama ini kita pelajari karena toh nantinya kita akan menemukan banyak teori baru dan solusi langka dalam rumah tangga. Fiuuh, ini analisis singkatku. Kalian boleh memberikan sanggahan mengenai ini....

Rahasia sejati kekuatan wanita terletak pada kemampuan dirinya dalam mengatur hidup suaminya tanpa dirasakan sedikitpun oleh sang suami bahwa dirinya diatur oleh sang istri. Kami, para calon istri, akan menyentuh emosi sang suami perlahan-lahan, lalu masuk ke dalam ketidaksadarannya, menghipnotis perkataannya sehingga bukan kedigdayaan seorang pria yang keluar namun sebentuk kebijaksanaan dan kelembutan hati. So Sweet.... Seorang wanita yang memiliki kearifan hidup, akan berusaha mengatur dan mengondisikan kehidupan suaminya secara detail dengan tetap menjaga hati dan perasaannya, serta kredibilitas maupun kehormatan suaminya. Seorang istri akan mengolah ucapan suaminya menjadi kebijakan keluarga lalu ia meminjam lisan suaminya untuk mengumumkan pemberlakuannya. Itu ia lakukan semata-mata untuk menghormati dan mendudukkan kelaki-lakian suaminya di hadapan anak-anak. Waoow, sungguh mulia hati seorang istri yang mampu berbuat seperti itu, hehe... jadi termotivasi nih! @_@

Okey, analisis kedua. Kecerdasan dan kedigdayaan seorang istri justru tampak nyata ketika ia mampu menjadikan suaminya berkuasa sepanjang waktu serta memposisikan suaminya sebagai tuan yang menentukan kehidupan hitam putih kehidupan rumah tangga. Nah Loh, beruntunglah para suami yang mendapatkan istri tipe seperti ini. Jarang-jarang loh! Seorang istri tetap harus menomorsatukan suami dalam hal kepemimipinan karena memang ada ayatnya di dalam Q.S An-Nisa’ 4: 34 yang menjelaskan bahwa “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita.” Ketaatan utuh seorang istri kepada suaminya adalah kunci utama untuk menjaga keharmonisan rumah tangga dan lahirnya sendi-sendi kehidupan karena sejatinya hitam-putih-sejuk-keruh dalam biduk rumah tangga bergantung kepada perilaku seorang istri di dalam rumah. Hhmmm... semoga bisa!!!

Pagi ini aku cuap-cuap terlalu banyak deh. Jadi lupa masak kan?! Haha.... Jadi, Kesimpulannya: ada pahlawan wanita yang setia mem-back up suami ketika ia lemah. Ada pahlawan wanita yang begitu arif menghormati dan mematuhi suami. Ada pahlawan di dalam keluarga yang mampu melahirkan seorang pahlawan. Dan pahlawan itu adalah wanita sholehah. Itu aja sih, ini adalah buah pembelajaran yang aku dapat, semoga dapat memberikan ibrah kepada yang membacanya. Para calon istri dan calon suami, bersiap-siaplah kalian untuk mendaki kehidupan rumah tangga dengan kerja sama yang solid. Oke, tetap semangat yach .... ^_^

4 comment:

Andri mengatakan...

yang kamu bilang benar adanya...lagipula wanita dan pria pun memiliki hak yang sama dalam perkawinan dan rumah tangga..begitu juga halnya dengan kewajiban, dan partisipasi kedua jenis kelamin tersebut.... yang kamu utarakan diatas secara implisit tepat sekali....

Andri mengatakan...

selain itu..dunia yang cenderung lebih maskulin ini lebih memunculkan masalah-masalah yang akan lebih tepat diselesaikan dengan cara yang maskulin pula..sementara cara yang feminim mampu menjadi jalan keluar yang terbaik sering di nomorduakan..

Anonim mengatakan...

Tulisan yang inspiratif,, tapi jangan lupa tanamkan juga, bahwa arsitek yang dibangun bukan hanya antara 2 insan, tapi adalah 2 kerajaan yang punya singgasana sendiri2,, dan kita harus punya pondasi dan grand design yang jelas. keluarga sakinah bukan hanya dilihat secara parsial antara 2 orang insan, akan tetapi secara komprehensif pernikahan 2 keluarga besar. tetap semangat, dan semoga tulisannya bermanfaat untuk umat.

ArdiE mengatakan...

Wah, jika setiap perempuan atau para istri berpikiran seperti Afry, sungguh keluarga sakinah mawaddah wa rahmah akan jadi milik semua keluarga muslim ('_^) Kk ingat sebuah konsep: kepemimpinan 'partnership' suami. Dalam gaya kepemimpinan ini, yang menjadi kunci bukan lagi dominasi sikap, pemikiran ataupun tindakan suami. Baik itu disampaikan secara tegas, maupun dengan sangat halus dan lembut. Dalam kepemimpinan 'partnership' yang lebih diperlukan adalah diskusi, dialog untuk mendapatkan format yang terbaik dalam keluarga. Dialog tersebut harus terus dikembangkan karena setiap hari pasangan suami-istri menghadapi situasi baru. Indikator sederhana tingkat dialog tersebut adalah seberapa sering suami-istri mendiskusikan situasi, keadaan, pola, hingga posisi yang dikuasai masing-masing dalam berhubungan intim.

Dengan pola kepemimpinan ini, suami tidak menempatkan diri untuk "menggurui" atau mendikte. Walaupun dilakukan secara halus. Pemimpin perlu menempatkan diri sebagai moderator yang cerdas, yang mampu mengeksplorasi seluruh gagasan dan pikiran anggota keluarga, lalu membuat sintesa yang paling baik dan diterima semua pihak. Acapkali suami 'takut' untuk berdiskusi. Banyak suami tidak siap bila sang istri mengambil peran yang cukup besar di rumah tangga dan merasa "kehilangan harga diri". Seolah tugas suami selalu mencari nafkah, sedangkan adalah tugas istri adalah menangani seluruh tugas domestik atau pekerjaan rumah tangga. Padahal cukup banyak variasi yang dimungkinkan dalam pola hubungan suami-istri. Semuanya tergantung dari karakter masing-masing pihak tentunya.

Tapi ada satu pernyataan yang 'mengganggu' benak kk, apakah hanya laki-laki berilmu (agama) saja yang boleh mendamba perempuan solehah? Kasihan dong kk yang hanya memiliki sedikit ilmu agama (T_T)